Sejarah Pengadilan
Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Buntok
Pembentukan Pengadilan Agama Buntok mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1957 tentang Peradilan Agama di luar Jawa, Madura dan Kalimantan Selatan. Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah tersebut disebutkan “Di tempat-tempat yang ada Pengadilan Negeri ada sebuah Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah, yang daerah hukumnya sama dengan daerah hukum Pengadilan Negeri”. Dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 disebutkan juga bahwa “Pelaksanaan dari peraturan ini diatur oleh Menteri Agama”. Sehubungan dengan Peraturan Pemerintah tersebut Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 195 Tahun 1968 tertanggal 28 Agustus 1968 tentang Penambahan Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara dan Sumatera yang isinya antara lain membentuk Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah Buntok berkedudukan di Buntok.
Daerah Barito Selatan dahulunya adalah gabungan dua Kewedanaan yaitu Kewedanaan Barito Hilir dengan ibu kota Buntok dan Kewedanaan Barito Timur dengan ibu kota Tamiang Layang yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Barito Utara dengan ibu kotanya Muara Teweh, tetapi semenjak tahun 1959 tepatnya tanggal 21 September 1959 kedua Kewedanaan tersebut memisahkan diri dari Barito Utara yang diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Tengah atas nama Menteri Dalam Negeri menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II Barito Selatan dengan ibu kota Buntok.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pemekaran Kabupaten, telah dimekarkan menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten Barito Timur yang masing-masing wilayah terdiri dari enam Kecamatan. Pengadilan Agama Buntok sampai sekarang masih mewilayahi Kabupaten barito Selatan dan Kabupaten Barito Timur, sementara Pengadilan Agama di Kabupaten Barito Timur belum terbentuk.
Di zaman Belanda sebelum terbentuknya Staatblaad 1937/638 di Kota Buntok dan sepanjang pantai Sungai Barito, dalam hal pengurusan dan penyelesaian hal-hal yang berhubungan dengan masalah Nikah, Talak, Rujuk, Tuntutan Nafkah, Waris, Malwaris, Harta Perpantangan dan lain-lain dilaksanakan oleh Penghulu Islam (Kantor Urusan Agama) setempat. Penghulu Islam atau Kepala Kantor Urusan Agama setempat diangkat dengan dasar memang benar-benar dianggap mampu menjalankan tugas yang diberikan kepadanya berdasarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Selama masa pendudukan Jepang, penguasa Jepang mengangkat seorang Kepala Agama yang disebut Saisi atau Qadli yang berkedudukan di Kota Buntok. Wewenangnya adalah mengurusi masalah Nikah, Talak, Rujuk dan lain-lain. Sedangkan Penghulu Islam yang diangkat pada masa Belanda (sebelum Jepang) itu berubah status mereka menjadi pembantu Qadli.
Pada masa sesudah merdeka, yakni tahun 1949 terjadi perubahan pada staf Qadli Buntok dengan diangkatnya seorang yang memangku jabatan baru semacam Panitera disebut Griffier. Pengangkatan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Dewan Dayak Besar yang berkedudukan di Banjarmasin. Dengan adanya Griffier tersebut maka staf Qadli Buntok dapat dikatakan sudah resmi lengkap.
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Propinsi Kalimantan Tengah tentang Pembentukan Kantor Urusan Agama di Buntok pada Tahun 1956, secara otomatis Kerapatan Qadli Buntok hapus lantaran personil-personil diangkat menjadi Pegawai Kantor Urusan Agama.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1957 tentang Peradilan Agama di luar Jawa, Madura dan Kalimantan Selatan. Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah tersebut disebutkan: “Di tempat-tempat yang ada Pengadilan Negeri ada sebuah Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah, yang daerah hukumnya sama dengan daerah hukum Pengadilan Negeri”. Dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 disebutkan juga bahwa “Pelaksanaan dari Peraturan ini diatur oleh Menteri Agama”. Dalam Surat Keputusan Menteri Agama tersebut disebutkan menetapkan: “Membentuk Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah di daerah-daerah dan berkedudukan di kota-kota sebagai berikut:
- Kotamadya Palangkaraya di Palangkaraya
- Kabupaten Kotawaringin Barat di Pangkalan Bun
- Kabupaten Barito Selatan di Buntok
Namun Surat Keputusan Menteri Agama tersebut baru dapat terealisir setelah adanya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tepatnya pada tanggal 10 Februari 1977 dengan adanya pengangkatan 2 orang Pegawai oleh Menteri Agama pada tahun 1976 yang masing-masing Drs. Mawardi sebagai Hakim dan Nuryadin Syahri, BA. sebagai Panitera, kemudian pada tahun-tahun berikutnya secara bertahap Pengadilan Agama Buntok ada penambahan pegawai walaupun tidak setiap tahun ada penambahan pegawai dan hingga tahun 2016 pegawai Pengadilan Agama Buntok sekarang berjumlah 27 orang dan 7 orang tenaga honorer.