Diskursus Nasab dan (Hakim) Peradilan Agama
Oleh: H. Asmu’i Syarkowi
(Hakim PTA Banjarmasin)
Kajian nasab yang dimaksudkan di sini tidak ada sangkut pautnya dengan yang dilakukan oleh seorang kiai (K.H. Imaduddin al Bantani) tentang ketersambungan atau tidaknya nasab para habaib dengan rasulullah SAW. Melainkan, kajian “nasab anak” yang terkait dengan aspek hukum keluarga (al-Akhwal al-Syahshiyyah). Topik utamanya adalah tentang apakah anak yang lahir mempunyai hubungan nasab dengan laki-laki yang menyebabkan kehamilan ibunya. Pandangan yang disepakati, bahwa anak yang lahir dari sebab perkawinan yang sah mempunyai nasab dengan ayah ibunya. Sedangkan anak hasil zina hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya. Kalimat kedua inilah yang kemudian menjadi polemik hukum di antara para ahli hukum baik klasik (fukaha) maupun modern. Polemik ini muncul ketika mereka handak mengaitkan sastus asal setiap anak yang lahir dalam keaadaan fitrah[1] dan padanya melekat HAM, yaitu kesetaraan hak sebagaimana anak-anak ‘normal’ pada umumnya.